Oleh: Rosani Hiplee
PENULIS apalagi penyair memiliki nuansa kata yang berbeza daripada kelaziman ungkapan. Hal ini dipengaruhi oleh ambiguiti pemikiran dan perasaan semula jadi penyair terhadap lingkungannya. Penyair yang berkarisma selalu berusaha untuk menemukan lekuk makna yang dalam pada setiap ungkapan indah yang ditata agar pembaca larut menaakulnya.
Menurut Herman J. Waluyo, puisi ialah sebuah karya sastera yang mengungkapkan fikiran serta perasaan penyair secara imaginatif dan disusun dengan memfokuskan kekuatan bahasa dalam struktur fizikal serta batin.
Oleh itu, kedamaian kata yang erat memeluk makna pasti mampu memberikan kehangatan tentang sesuatu yang mahu diungkapkan oleh penulisnya. Meski hanya serangkap kata, apabila diresapi magis makna pasti akan membiaskan tafsiran yang meneduhkan tamsilan pembacanya.
Sememangnya, sajak bukan hanya segugus kata-kata yang mengutus emosi tetapi lebih daripada itu. Sajak merupakan ungkapan jiwa penulis yang dijalinkan dengan elemen gaya bahasa yang mempesona dan meredupkan aspirasi.
Sebuah sajak yang komunikatif dan imaginatif pasti memberikan impak yang mendasar dalam penghayatan pembaca. Oleh itu, penulis yang cendekia dan teliti dalam pemilihan kata dan jalinan makna dalam ungkapan sajaknya pasti memerikan sebuah karya yang berjiwa estetik.
Keterampilan menulis sajak dapat dipertingkatkan dengan kegiatan literasi puisi. Pemilihan diksi dan pembinaan imaginasi ketika menulis sajak merupakan elemen penting bagi mewujudkan kredibiliti dalam menggunakan percitraan dan majaz. Keutuhan makna sajak dibina daripada keharmonian ungkapan batin penulis yang mendamaikan.
Oleh itu syabas kepada penulis muda seperti Ramzi Junai, Sapinah Abd. Nasir dan Adie Abd Gani kerana sajak mereka telah disiarkan dalam ruangan Wadah Bahasa dan Sastera, akhbar Utusan Sarawak pada hari Khamis yang lepas. Ketiga-tiga buah sajak yang disiarkan tersebut mengungkapkan lingkungan kehidupan yang manusiawi. Kesemuanya bertamsil tentang proses rutin kehidupan individu yang dijalani. Mudah-mudahan nilai perasaan dan pemikiran yang diolah tersebut berupaya memaknakan sesuatu kepada pembaca. Sememangnya terdapat beberapa persoalan yang diolah dalam sajak-sajak tersebut berupaya menuntun khalayak pembaca ke ruang pemikiran yang kritik.
Sajak “Sapaan Ramadan” oleh Ramzi Junai bertemakan ibadah pada bulan Ramadan yang penuh berkah. Sajak ini mengungkapkan beberapa persoalan tentang ibadah diri pada bulan Ramadan. Misalnya dalam rangkap berikut;
Di manakah amalku?
mungkin hanya sesedap lauk di meja
diratah tanpa rasa bersalah
… .
Diterimakah doaku?
bisikan keinsafan dari dosa silam
… .
Bergantikah dahaga dan laparku?
…
atau sekadar nafsu yang tertahan
tanpa sebarang ganjaran
Bertemukah aku dengan Lailatul Qadar?
…
atau tewas dek mengantuknya mata
(rangkap 1-4, sajak “Sapaan Ramadan”)
Dalam rangkap-rangkap awal sajak ini, penulis mempersoalkan suatu yang kritik tentang beberapa amalan individu yang boleh mencemari ibadah diri pada bulan Ramadan, sesuai dengan judul sajak “Sapaan Ramadan”.
Manakala dalam rangkap akhir sajak, penulis mengungkapkan kepasrahan diri dengan mengakui kekhilafan yang manusiawi serta memohon keampunan kepada Tuhan. Misalnya;
Wahai Ramadan bulan keampunan
cekal kutadah tangan ke langit
bersama air mata hiba
menumpahkan segala dosa
dambaku keampunan dari Al-Ghafur.
(rangkap 5, sajak “Sapaan Ramadan”)
Sesungguhnya, ungkapan dalam sajak ini berusaha menampilkan kepada pembaca tentang hakikat yang tersirat dalam menunaikan ibadah kepada-Nya. Dalam maksud lain, penulis mahu berkongsi pengamatan peribadi terhadap beberapa perlakuan pincang individu dalam menunaikan ibadah pada bulan Ramadan.
Sajak ini berbentuk bebas kerana tiada keterikatan pengulangan rima akhir yang sama seperti lazimnya sifat puisi tradisional. Sajak ini dibina daripada lima buah rangkap yang agak sederhana ungkapannya.
Gaya bahasa sajak biasa dan bersahaja. Pemilihan diksinya mudah difahami. Penggunaan gaya bahasa sajak seperti simile, perlambangan, personifikasi, metafora dan lain-lainnya masih perlu diolah dengan lebih terampil dan harmonis. Susunan dan jalinan kata yang diungkapkan juga perlu dimurnikan agar ungkapan sajak lebih kemas dan teratur pemaknaannya.
Dalam penulisan sajak, kehalusan dan kesinisan kata perlu simetri agar kesannya lebih harmonis. Sajak merupakan karya seni yang memanipulasikan kata dengan keindahan makna yang tersirat. Penggunaan kata berbaur kasar perlu diperhalusi agar penaakulan pembaca terjaga molek. Oleh itu, baris akhir sajak dalam rangkap pertama, “akhirnya menjadi najis sia-sia” kurang molek kerana kata “najis” kurang molek digunakan. Apabila menyangkut soal ibadah, adab pemilihan kata yang dipilih wajar diperhatikan bagi menjaga nilai religinya.
Selain itu, wibawa penulis turut diukur daripada tahap pengetahuannya. Penggunaan fakta yang auta pasti merencatkan kredibiliti penulis. Misalnya dalam rangkap ketiga, baris kedua sajak, “dari terbit sehingga terbenam fajar”. Fajar hanya menyingsing pada dinihari atau waktu subuh dan tidak terbenam seperti matahari ketika senja menembusi remang malam. Oleh itu, penulis disarankan agar lebih teliti apabila memilih citra yang sesuai.
Sajak “Kalam Allah” oleh Sapinah Abd. Nasir pula bertemakan cinta terhadap al-Quran. Dalam sajak ini, penulis membicarakan tentang kitab suci al-Quran yang pernah diabaikan namun akhirnya kembali dihayati apabila rasa insaf meresapi hati. Misalnya;
…
kulantunkan kalammu, Ya Allah
min awwali bismillah
tanpa kusedari
titisan air jernih membasahi pipi
sesal sukma memikir wahyu suci
dibiar sepi selama ini
berdebu dalam laci.
(rangkap 1, sajak “Kalam Allah”)
Manakala dalam rangkap kedua sajak, penulis mengakui ketinggian kalam Allah sebagai tanda keagungan-Nya dan keramat mukjizat Nabi Muhammad SAW kepada umatnya. Misalnya;
Al-Quran Al-Karim
kalam tertinggi
tanda keagungan Yang Maha Esa
anugerah kepada kekasih pilihan-Nya
pada malam seribu keberkatan
alunannya menyegarkan halwa telinga
hati yang gundah
kini kembali mesra.
(rangkap 2, sajak “Kalam Allah”)
Sajak ini juga berbentuk bebas dan menepati kriteria puisi moden. Tiada keterikatan pada rimanya. Terbina daripada dua buah rangkap yang sederhana panjangnya yang dimulakan dengan naratif .
Gaya bahasa sajak, biasa. Pemilihan katanya mudah difahami. Jalinan makna sajak perlu dirapi agar kesan sajak lebih terasa damai memeluk rasa. Oleh itu, penulis perlu peka terhadap kekuatan dan kemampuan pemilihan kata yang digunakan. Begitu juga elemen-elemen sajak yang digarap harus malar dan menjalar segar agar pembaca dapat menikmatinya lebih sempurna.
Dalam sajak ini, terdapat kesilapan penggunaan tatabahasa yang betul. Misalnya, kepadamu Rabbi, seharusnya ditulis kepada-Mu, ya Rabbi. Bagi penggunaan kata ganti diri untuk Tuhan, maka huruf besar digunakan pada awal huruf.
Penulis disarankan agar banyak membaca sajak-sajak penulis mapan yang diminati bagi memperelok gaya penulisan sajak. Sebagai penulis pemula atau mapan, membaca karya orang lain ialah keperluan untuk memperluas pengalaman berkarya. Dalam penulisan sajak, memahami sifat kata yang dipilih adalah penting kerana penulis ialah jauhari kata yang mengenal manikam makna. Kata yang mengutusi perasaan dan makna yang mewakili gagasan.
Terakhirnya, sajak “Belantan” oleh Adie Abd Gani, sebuah sajak yang bertemakan kehidupan yang terjal. Dari larik ke larik sajak, penulis larut dengan keupayaan perjuangan diri dalam menempuh segala yang terjadi. Misalnya;
Ranting usang
dari belantara pancaroba
kujadikan belantan
buat pendakian denai curam
berseluk onar kejam.
Perlahan pun ikhtiar telapak
biar akhirnya di puncak
… .
Namun ranting harapan
yang kujadikan belantan
kini rapuh
… .
Masih tiada
pengganti baharu
si tongkat teguh
buat tunjangan
sisa hidup nan angkuh.
(sajak ““Belantan”)
Bentuk sajak ini juga bebas kerana pengulangan rima akhir sajak tidak terikat seperti syair atau pantun. Sajak ini dibina daripada empat buah rangkap yang sederhana panjangnya. Gaya bahasa sajak biasa walaupun ada kecenderungan penulis untuk memanfaatkan beberapa unsur persajakan. Pemilihan katanya pula mudah difahami.
Dalam sajak ini, penulis menggunakan belantan sebagai citra kekuatan untuk menopang perjalanan hidup. Apabila membaca keseluruhan isi sajak, citra belantan bukanlah pilihan yang tepat. Belantan ialah sejenis kayu pendek yang digunakan untuk memukul (selalunya digunakan oleh polis). Dalam sajak ini, belantan seolah-olah kayu tongkat yang dipegang ketika berjalan untuk menyokong ketidakupayaan kaki melangkah. Misalnya,
kujadikan belantan
buat pendakian denai curam
Oleh itu, disarankan agar penulis lebih teliti dalam pemilihan citra agar makna sajak dapat difahami dengan tuntas. Kesilapan kecil dalam pemilihan kata, citra, metafora dan seumpamanya dalam pengolahan sesebuah sajak boleh merencatkan makna sajak. Hatta, kesilapan ejaan dan penggunaan kata sendi pun sama. Seperti kata Sasterawan Negara Datuk Rahman Shaari:
Orang yang mahir berbahasa belum tentu mahir bersastera.
Tetapi orang yang mahir bersastera seharusnya mahir berbahasa.
Sesungguhnya dalam penulisan sajak, kesederhanaan ungkapan tetap menarik sekiranya kata-kata yang dipilih boleh mendamaikan rasa dan memeluk makna kepada yang pembaca. Sajak yang mampu mengalir dalam diri pembaca adalah sajak yang komunikatif dan impresif. Oleh itu, penulis perlu menjiwai apa yang hendak diungkapkan oleh perasaan dan fikirannya dengan setara.
Rumusnya, ketiga-tiga buah sajak yang dibicarakan tadi masih mempunyai kekuatannya apabila diukur daripada angka usia pengalaman penulisnya. Sememangnya tamsilan mereka juga telah berupaya menelaah kehidupan ini dengan menghasilkan sajak yang bagus tema dan persoalannya. Mudah-mudahan, mereka terus semangat dan memberi perhatian dengan apa yang telah dikongsikan sebelumnya.
Waima apa pun, kebolehan dan kecenderungan Ramzi Junai, Sapinah Abd. Nasir dan Adie Abd Gani dalam penulisan sajak ini wajar dibanggakan kerana masing-masing berani tampil untuk memperlihatkan bakat dan minat penulisannya. Mereka juga harus lebih berminat untuk memahami gaya bahasa sajak dan menguasai kosa kata agar olahannya kelak lebih terampil dan bertenaga. Mudah-mudahan sikap positif teguh menjejaki diri ke jalan kritik yang lebih membina dan terbuka. Syabas dan sukses, selalu!