

Ibu Tua
Aku lihat ibu disukut pintu,
Tubuh rentanya lumut kekeringan,
Merekah dek pancaran bagaskara,
Namun kekal tumbuh bersama akar.
Sehingga berjelar di persimpangan.
Pancaindera kian basah,
Saat keringat gugur di bentala,
Tulang belulang mendakap beban.
Membayang jiwa tak kenal jerih,
Meskipun diam terpancar kasih.
Kulihat sekujur tubuhnya,
Uratnya halus bak serabut nipis,
Langkahnya serasa perlahan meniti,
Seakan menunggu pusara tiba,
Namun jiwanya tetap tabah tak sirna.
Hafizuddin Hamran
Permata
Wahai permata milikku
Lengkung senyum bibirmu
Ibarat bianglala di mataku
Andai aku
Yang membuatmu senyum
Alangkah bahagianya diriku
Jika dikau ingin mendaki puncak gunung
Izinkan aku menjadi tangganya
Jika dikau ingin terbang melihat cakerawala
Izinkan aku menjadi sayapnya
Jika dikau bumantaranya
Izinkan aku menjadi bintang-bintangmu
Engkau seperti cahaya yang menyinari bumi
Tanpamu, alam semesta ini
Suram dan sunyi
Tanpa ada engkau
Untuk meneranginya
Kehadiranmu amat berharga
Kasih sayangmu tidak terbatas
Sikap prihatinmu melindungi diriku
Doa-doamu menjadi semangat buatku
Lihatlah gugusan bintang
Yang bertaburan di langit malam yang gelap
Begitulah hitungan cintaku kepadamu
Kuharap engkau menyedarinya
Wahai permataku,
Ibu dan ayah.
Nursyerra Nabila binti Ismail
SMK Matu
Segudang Harapan
Jantungku berdetak lebih kencang,
Bualan panjang, namun fikiranku melayang.
Perbalahan yang sering kali terjadi,
Kerana salah faham yang tak terungkapkan.
Meski rasa ini memudar,
Aku masih bertahan, meski terluka.
Rambut terurai, kuikat kembali,
Air mata jatuh, menitis di pipi
Sebagai tanda retaknya hati.
Yang sudah terjadi, hanya dapat kurelakan,
Namun hati ini masih gentar, tak akan kumengalah.
Hati mana yang tak merasa kesedihan?
Langkahku kian lemah, namun kukuatkan.
Demi harapan yang tak kunjung padam,
Aku terus melangkah, walau tak tahu arah.
Kerana dalam setiap luka, ada pelajaran,
Dan dalam setiap perjuangan, ada segudang harapan.
Conielya Vieda Anak Lawrence
Sibu, Sarawak