Oleh: Rosani Hiplee
PUISI sebagai karya sastera cukup sinonim dengan masyarakat, sama ada yang berusia mahupun muda. Puisi sudah ada dalam rutin kehidupan masyarakat sejak lahirnya anak dalam sesebuah keluarga. Misalnya ketika si ibu mendodoikan anaknya dengan pantun dan sebagainya.
Dalam sesebuah puisi, penulis akan menitipkan sesuatu pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca dalam sifat tersirat. Oleh itu, karya puisi bagaikan kuntuman mekar yang boleh menyerikan astaka pembaca lewat tamsilan penulisnya yang estetik dan puitis.
Pengertian puisi yang dijelaskan dalam buku berjudul Seni Mengenal Puisi yang disusunoleh Agnes Pitaloka dan Amelia Sundari pula menyebutkan bahawa puisi secara umum merupakan suatu karya sastera yang berasal dari ungkapan atau curahan hati penyair.
Dalam buku tersebut juga dinyatakan bahawa puisi dapat diertikan sebagai bentuk ekspresi diri yang menggambarkan keresahan, imajinasi, kritik, pemikiran, pengalaman, kesenangan ataupun nasihat seseorang. Nasihat atau pesan yang terkandung dalam puisi yang ingin disampaikan oleh penyair kepada pembaca disebut amanat. Amanat merupakan salah satu struktur batin pada puisi. Amanat adalah hal yang perlu dikandung dalam setiap puisi. Puisi sebagai karya tidak hanya bersifat menghibur, melainkan juga media penyampaian nasihat bagi pembacanya.
Manakala bentuk puisi dikenal dengan susunan diksi yang menyirat makna khusus. Puisi diolah dalam bentuk rangkap dengan beragam pesan yang tersirat di dalamnya. Hal ini menjadikan puisi sebagai karya sastera yang menyampaikan pesan kepada pembaca lewat titipan jiwa penyajaknya.
Selain itu, puisi merupakan sebuah seni kata-kata yang sarat makna bisik hati bagi menyampaikan titipan jiwa yang terusik. Menurut Arisni Kholifatu Amalia S. dan Icha Fadhilasari, puisi ialah karya sastera dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama serta bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Kata-kata dalam puisi menghadirkan pesan-pesan tersembunyi di balik idea indah yang disusun oleh penyair. Setiap bait pada puisi mengandungi lapisan-lapisan makna yang menanti untuk dijelajahi. Setiap kata yang dipilih dengan cermat oleh seorang penyair bukanlah kebetulan belaka, melainkan kumpulan makna yang disampaikan dengan tujuan tertentu.
Menurut E. Kosasih, keindahan bahasa yang dituangkan dalam puisi menjadi sarana untuk membawa pembaca atau pendengar dalam perjalanan yang memikat. Setiap kata membawa pesan tersendiri yang dapat menggugah emosi dan merangsang fikiran. Puisi menggunakan bahasa yang ringkas, tetapi maknanya sangat kaya. Maka jelaslah bahawa di sebalik ungkapan sajak adalah pesanan dan titipan jiwa penulis kepada pembacanya.
Oleh itu, syabas kepada penulis-penulis muda seperti Jainuddin Hajimi@zaidinefamily, Daniella Klumai binti Daniel dan Ku Nur Iman kerana sajak mereka telah disiarkan dalam ruangan Wadah Bahasa dan Sastera (WBS), akhbar Utusan Sarawak pada hari Khamis yang lepas. Mudah-mudahan segala pesan yang dinukilkan dalam sajak akan menitipkan sesuatu kepada jiwa pembacanya.
Sajak-sajak yang ditulis oleh mereka seolah-olah seperti menyirat pesan menyurat jiwa yang manusiawi. Justeru, ketiga-tiga buah sajak yang disiarkan tersebut menanggapi soal perasaan dan pemikiran yang cukup menggugah sebagai sebuah pencerahan pengalaman serta pengamatan kendiri. Semua sajak tersebut seperti berusaha menembusi relung cahaya kehidupan yang mendamaikan. Mudah-mudahan pesan perasaan dan pemikiran tersebut dapat menitipkan sesuatu ke jiwa pembacanya.
Sajak “Kepalsuan yang Terbongkar” oleh Jainuddin Hajimi@zaidinefamily bertemakan pengkhianatan dalam hubungan persahabatan. Sajak ini disarati pesan-pesan moral yang baik untuk tetap jujur pada hubungan yang dikhianati ketulusannya. Dalam rangkap awal sajak, penulis mengungkapkan fasa-fasa hipokrit dan pengkhianatan yang dilalui hingga hubungan persahabatan tersebut menemukan garis retak. Misalnya dalam rangkap-rangkap berikut;
Dalam gelap malam yang sunyi,
Kita berbicara tentang janji dan setia,
Namun di balik senyum dan kata manis,
Tersimpan kepalsuan yang tak dapat disembunyi.
Kau hadir sebagai sahabat sejati,
Dengan janji-janji indah yang tidak berakhir,
Namun ternyata, di balik topeng itu,
Ada pengkhianatan yang menyakitkan hati.
Kepalsuan itu terbongkar, jelas nyata,
Membuka mata, melihat realiti yang benar,
Di mana ikatan yang dulunya kuat,
Kini retak, disebabkan oleh dusta dan tipu daya.
(rangkap 1 hingga 3, sajak “Kepalsuan yang Terbongkar”)
Menerusi rangkap seterusnya, penulis berusaha untuk menanggapi perlakuan cela sahabatnya dengan berlapang dada kerana percaya dengan rahmat atas apa juga kejadian yang tidak baik pasti memberi pelajaran terbaik pada suatu masa kelak. Misalnya;
Tapi ingatlah, setiap pengkhianatan,
Ada pelajaran yang berharga di sebaliknya,
Kepercayaan yang hilang tidak akan kembali,
Namun kita belajar untuk lebih berhati-hati.
(rangkap 4, sajak “Kepalsuan yang Terbongkar”)
Manakala dalam dua rangkap akhir sajak, penulis menekankan pesan utama sajak dengan meyakini bahawa segala kejadian yang tidak baik harus diakuri kebaikannya daripada sisi lain yang lebih positif.
Sajak ini berbentuk bebas dan dibina dalam enam buah rangkap yang sederhana panjangnya. Gaya bahasa sajak ini biasa dan kata yang digunakan agak langsung seperti sebuah naratif. Oleh itu, pemilihan kata dalam sajak ini masih memerlukan penelitian kerana penggunaan unsur-unsur persajakan seperti simile, perlambangan, personifikasi, metafora dan lain-lainnya masih perlu diolah bagi memperkukuh tamsilan dan ungkapan agar lebih menyerlah dan indah.
Apabila menulis sajak yang peka pada perasaan, sebaik-baiknya ungkapan kata diolah dengan berhelah dan berkias madah. Pernyataan yang langsung kurang memberi keindahan pada pengolahan sajak yang tersirat sifatnya.
Walau apa pun, sajak ini mempunyai pesan moral yang sangat baik kerana telah menuntun pembaca untuk memahami apa jua permasalahan dan cabaran dalam kehidupan ini dengan tanggapan yang murni dan harmoni. Pendekatan ini wajar bagi membentuk pemikiran masyarakat yang beretika tinggi dan disegani. Individu yang mahu belajar menerima dan meninggalkan masa lalu yang kelabu merupakan langkah awal terbaik bagi menghadapi kenyataan masa yang sebenar. Misalnya dalam rangkap sajak yang berikut;
Biarkan kenangan itu berlalu,
Meninggalkan kita dengan lebih tabah,
Dalam hidup ini, kita terus melangkah,
Dengan hati yang lebih kuat, dan keikhlasan yang padu.
Sajak “Sahabat Belati” oleh Daniella Klumai binti Daniel pun bertemakan pengkhianatan dalam persahabatan. Dari rangkap ke rangkap sajak, penulis membicarakan kesedihan akibat sikap sahabat baiknya yang tidak jujur. Tapi seperti sajak sebelumnya, penulis juga matang dalam mengendalikan emosi naratifnya. Misalnya;
Tatkala terbit matahari pagi,
Kujunjung kasih sahabat sejati,
Di balik senyuman penuh rahsia,
Tersimpan niat sungguh dusta.
Bagai sembilu menusuk jiwa raga,
Kurasa dalam kesepian pagi,
Air mataku mengalir bagai air terjun,
Menyirat janji yang telah mati.
(rangkap 1 dan 2, sajak “Sahabat Belati”)
Manakala dalam baris-baris sajak seterusnya, penulis belajar memahami suasana persahabatannya yang semakin menduga perasaan dengan berusaha menerima kenyataan yang menyakitkan tersebut tanpa prejudis. Misalnya;
Di dalam samudera kepercayaan ini,
Gelombang berduri mencalar hati,
Tatkala sayang dihiris belati,
Sahabat palsu, hilang seri.
(rangkap 3, sajak “Sahabat Belati”)
Pada rangkap akhir sajak, penulis memberikan pencerahan dengan pesan moral yang baik kepada khalayak pembaca. Konklusi sajak ini wajar dipuji kerana telah memberikan persepsi yang sangat baik dalam berkarya. Misalnya;
Kini kumelangkah bijaksana,
Menjaga hati dari belintan tersembunyi,
Moga pengalaman menjadi sinar cahaya,
Menuntun jalan persahabatan suci.
(rangkap 4, sajak “Sahabat Belati”)
Pemilihan kata dalam sajak ini sederhana, dan terdapat beberapa pernyataan baris sajak yang masih perlu dimurnikan bagi mengungkapkan persoalan sajak yang tuntas pemaknaannya. Sajak ini juga berbentuk bebas dan dibina daripada empat rangkap yang sederhana panjangnya.
Gaya bahasa sajak masih memerlukan penelitian yang lebih rinci agar penyampaian ungkapannya tidak rancu, terutamanya dalam jalinan imejan sajak. Masalah imejan bercampur merupakan permasalahan normal bagi penulis pemula. Misalnya, dalam jalinan baris bergaris pada rangkap berikut;
…
Gelombang berduri mencalar hati,
… .
Imej “gelombang” kurang sesuai disifatkan “berduri” lalu “mencalar hati”. Gelombang ialah lambungan air laut atau ombak besar dan tidak bersifat tajam, maka jalinan “mencalar” hati kurang sesuai. Oleh itu, diminta penulis akur dengan kesilapan dalam menjalinkan imejan dalam rangkap sajak ini.
Selain itu, penggunaan simile “air mataku mengalir bagai air terjun” jelas bombastik atau berlebihan perumpamaan bagi air mata yang mengalir seperti air terjun. Apabila membacanya, gambaran pada makna sajak sedikit selisih kerana perumpamaan yang keterlaluan. Semoga penulis ambil perhatian pada teguran ini agar sajak penulis yang lain akan lebih terampil perlambangannya..
Terakhirnya ialah sajak “Pasrah” oleh Ku Nur Iman, sebuah sajak yang bertemakan monolog diri yang peribadi. Pada keseluruhan rangkap sajak, penulis hanya bertamsil tentang persoalan-persoalan yang dikaitkan dengan individu yang telah mengusik hatinya. Misalnya;
Dari setiap senyuman,
mengapa kamu yang bikin candu?
Dari setiap janji,
mengapa kamu yang sering kutunggu?
Dari setiap orang,
mengapa kamu yang ada di hatiku?
Namun,
dari setiap orang,
mengapa bukan aku?
(rangkap 1-3, sajak “Pasrah”)
Pada baris akhir sajak, penulis telah memutarkan persoalan yang cukup baik untuk keseluruhan makna sajak ini. Misalnya;
Namun,
dari setiap orang,
mengapa bukan aku?
(rangkap 4, sajak “Pasrah”)
Bentuk sajak ini bebas dan dibina daripada empat buah rangkap yang ringkas bagi menyatakan persoalan-persoalan yang ada dalam diri penulis. Gaya bahasa sajak ini masih memerlukan penelitian semula agar makna kata sajak lebih ampuh pada unsur pengolahannya. Pemilihan kata sajak mudah difahami, dan sesuai dengan keseluruhan persoalan dan naratif dalam sajak ini. Namun begitu, sangat digalakkan agar penulis mahu membaca sajak-sajak penulis mapan yang diminati agar penulis dapat menemukan proses pengolahan sajak yang lebih terampil ungkapannya dan tidak hanya tuntas pada persoalan-persoalannya yang bundar.
Pesanan dalam sajak ini tidak menjalar dengan malar kerana persoalan-persoalan yang diungkapkan penulis hanya seputar permasalahan hati penulis yang larut bercinta dengan dia yang dipujanya. Namun begitu, titipan jiwa penulis dalam sajak ini telah disampaikan dengan jelas lewat pesanan dalam sajak ini. Malah penulis dengan mudah untuk pasrah dengan keadaan yang menuntutnya untuk bersaksi pada kenyataan luahan hatinya.
Semoga dengan teguran dan saranan yang ada, penulis dengan mudah memahami apa yang mahu disampaikan dengan berlapang rasa dan tanggapan. Rumusnya, ketiga-tiga buah sajak yang dibicarakan tadi tetap mempunyai tamsilannya yang menarik untuk dikongsikan dengan khalayak pembaca. Penulis telah menyampaikan pesan moral dengan begitu baik dan memberi anjakan pemikiran yang mendewasakan walaupun sajaknya bernuansa pengkhianatan. Malah penulis tidak larut dibayangi oleh kesedihan yang dialaminya, sebaliknya langsung bangkit dan berdamai dengan takdir yang disuratkan. Semoga para penulis muda ini terus berani tampil dengan hasil sajak yang memanfaatkan sepenuhnya teknik penulisan sajak yang lebih menyeluruh.
Sesungguhnya, potensi dan ketelusan naluri Jainuddin Hajimi@zaidinefamily, Daniella Klumai binti Daniel dan Ku Nur Iman dalam menulis sajak wajar diberikan ruang dan peluang yang lebih khusus pendedahannya. Mereka jelas berkebolehan dalam memperlihatkan nilai kepenyairan diri yang positif. Cuma mereka perlu lebih memahami proses penulisan sajak agar olahan sajak lebih komunikatif dan menarik. Mudah-mudahan sikap positif teguh menjejaki diri ke jalan kritik yang lebih membina dan terbuka. Syabas dan sukses, selalu!