
Pada Satu Angan Itu
lapang langit— birunya tak bertepi
buat layahan unggas
dan ambang awan
kembali menjadi kanak-kanak riang
angin menjelma melodi dan nada
mengulang gema asyik
simfoni lirik perbukitan
buat rerumputan menari girang
setinggi mana pun dijulang pohon
seelok mana pun disembunyi rendang
tetapkan wangi sekuntum puspa
menjemput rindu lebah
namun tersudut di dada malam
angan sekecil pelita
mendamba secemerlang purnama—
masih tak berputik nyalanya
Adie Abd Gani
Kuching, Sarawak
Sendiri di Senja
Sendiri,
Bersama sinar mentari, meniti batuan, beralas pasir
kudengar suara angin menyisir wajahku
terasa hangat ditubuh
Detik demi detik
Membuka pintu mengenal diri.
Mendengar Burung pulang
Melihat Mentari jatuh perlahan
Dan ombak
Seakan memendam sayu yang sukar diungkap
Menggamit ingatan pada senja lalu
Yang tidak kembali.
Cahaya surut ke perut malam,
Masa menelan riak hari
Angin menuntun langkahku
Ke jalan pulang,
Ke dalam redha
Yang tertulis sejak azali.
Fairuz Ismail
Sumbu
Sumbu
nyalamu
ada angin kadang mengusik
tempias hujan
derasnya jika menyimbah
kau tak kesal padam
jelaga mu tertulis sebuah cerita
jiwamu tak merasa luka
kau hanya ingin hadirkan nyala.
Meski kau diam
lengokmu kadang tergugah
bicaramu hanya sejemput terang
namun terangmu cuba menyusup jauh
bulan pun tak menyangkal
akan nyalamu
matahari juga
kau ikhlas tumpang berbakti.
Nyala sumbu
meski manfaatmu tak pada besar khalayak
memadai menyuluh sedepa ruang
ikhlasmu
dalam kelam kau hadirkan suluh
meski baktimu hanya untuk secubit bayang.
Rona Penso
10.10.22025