

Pisau
Pisau adalah cinta
yang bisa melunakkan
lapar tuannya.
Dengan bilah yang tajam
ia menghiris ramuan sayang
kecil-kecil untuk ditanak
atas dua tungku jiwa
di dalam periuk kasih
di hangat dapur asmara.
Maka terhidanglah juadah hati
beraromakan setia.
Pisau, walau cinta
ia juga sedia melukakan
pada sesaat khilaf tuannya
tinggalkan parut rindu
seusai kering darah perpisahan.
Ibnu Hasan
Melodi Timur yang Redup
Di ufuk timur, mentari malu-malu,
Meniti fajar di lembah kesepian,
Daun rumbia berguguran sendu,
Menyambut hari dalam damai kesuraman.
Ombak rindu menyapa pantai berpasir,
Mengingatkan kisah silam yang terbiar,
Setiap alun membawa harapan kecil,
Namun masa terus berjalan tanpa menunggu.
Di pesisir ini, kita pernah sejiwa,
Berkongsi nafas di bawah langit terbuka,
Namun waktu meretak kasih,
Menyisakan kita dalam bayang-bayang sepi.
Di desa sunyi, langkah terhenti,
Hanya tinggal gema suara yang pernah ada,
Gotong-royong terlerai dalam kenangan,
Adat yang dahulu mendakap kini pudar.
Pada setiap senja, di bawah atap nipah,
Kita berteduh dalam rindu yang mendalam,
Bahasa kita, bait-bait syair yang hiba,
Gurindam kita kini seakan melara.
Serumpun kita, walau jauh terpisah,
Sebudaya kita, meski berbeza bicara,
Timur laut ini, tanah penuh cerita,
Di bawah langit yang mendung berlarut.
Walfred Basin
Nanga Jella
Di Titik Awal yang Tak Terduga
Dua puluh enam Julai lalu,
Kau datang dengan gaya rambut asing,
Bagai angin malam berhembus tanpa suara,
Menyusup ke dalam hatiku
menabur benih rasa yang tak pernah kuduga.
Kau genggam fotoku
seperti menggenggam sebuah rahsia,
Lalu kau bisikkan, “Bersamaku, tiada jalan pulang”
kata-katamu itu seperti akar yang menjalar,
mengikat hatiku, tak mampu kembali seperti semula.
Siangnya, kau mengikuti jejak langkahku,
Bagai bayang yang tak mahu terpisah,
Malamnya, pesananmu datang berulang,
“Malam masih muda, waktu masih panjang,”
tanpa kita sedar, itulah permulaan sebuah api,
menyala perlahan, membakar tanpa terlihat.
Setiap kata yang kau titipkan adalah hujan
yang jatuh bersama janji
yang tak pernah terucap, menyejukkan
Aku terperangkap dalam permainan takdir,
Bagai sungai yang mengalir tanpa tahu hujungnya,
kini, kenangan itu menjadi bayang-bayang,
Yang tak mampu kuusir
meski waktu berlalu.
Davidsal Jimmy Berayen